Sabtu, 19 Maret 2011

Bali Adventure Day 1





            Seperti liburan biasanya, malam sebelum keberangkatan adalah malam di mana insomnia mendadak kambuh. Resah dan gundah adalah pemicu utama dari tidur yang jauh dari nyenyak. Akhirnya, tidur di dalam pesawat adalah rencanaku. Belum semenit memejamkan mata, teriakan anak kecil membahana. Dalam hati, aku berharap akan segera terbit larangan terbang bagi anak berumur di bawah 10 tahun. Namun, hatiku luluh begitu melihat anak tersebut. Mungkin dia anak berkulit hitam terlucu yang pernah kulihat. Pipinya begitu chubby. Rambutnya keriting alami ala afro. Sisa-sisa air mata masih terlihat jelas di pipinya. Dari matanya, aku bisa melihat bahwa dia tidak merasa nyaman berada di dalam pesawat terbang. Ada ketakutan dan kegelisahan di sana. Aku seperti melihat diriku sendiri beberapa tahun yang lalu.
            Setibanya di Bandara Ngurah Rai, Pak Wayan dari Wayan Car Rental menghampiriku seraya mengenalkan sopir yang akan mendampingi kami selama berada di Bali. Namanya Pak Dedi. Meskipun berasal dari Malang, wajahnya terlihat seperti wajah orang Bali. Mungkin karena sudah belasan tahun ia menetap di Bali.
            Setibanya di Hard Rock Hotel Bali, kami disambut oleh dua gadis Bali dengan kebaya khas Bali di lobi depan hotel. Di balik arsitektur khas Bali, terdapat desain interior modern minimalis dengan sentuhan kekinian. Keunikan terlihat jelas pada pintu kamar mandinya yang tidak dapat dikunci dari dalam. Salah seorang temanku bergurau lewat bbm. “Pintu kamar mandi begitu cocok tuh buat pasangan suami-istri yang lagi honey moon”, katanya. Lalu aku membalasnya,”Lo salah. Justru pintu kayak begitu cocoknya buat orang yang lagi pacaran. Jadinya bisa ngintip-ngintipan. Kalo udah jadi pasutri mah gak perlu intip-intipan lagi kali…”  :p
            Setelah merapikan barang, kami memutuskan untuk jalan-jalan ke Beach Club, kolam renang hotel yang berada di lantai tiga. Begitu menjejakkan kaki di sana, aku langsung terpesona. Kolam tersebut begitu luas. Desainnya begitu menawan. Yang paling mencuri perhatianku adalah area khusus voli pantai dan lounge mini di tengah kolam. Tentu saja kadar narsisme milikku langsung melonjak naik.
            Selanjutnya, kami memutuskan untuk bersantai di pantai Kuta sambil menunggu matahari terbenam. Sementara Mama dipijat, aku dan adikku bermain pasir sambil sesekali memotret objek yang menarik. Salah satunya adalah sepasang sandal abu-abu milikku yang telah membaur dengan pasir.
            Sore itu, matahari tergoda bujukan awan hitam untuk pergi tanpa pamit. Kesombongan sebuah mahakarya yang dimaklumi banyak orang, termasuk kami. Bagaimana pun juga ia harus kembali terbit esok pagi, bukan?
            Sebelum kembali ke hotel untuk mandi dan beristirahat, kami singgah di Circle K untuk membeli air mineral dan beberapa snacks. Lalu, kami makan malam di The Rych’s Restaurant yang merupakan bagian dari Nan Xiang Restaurant. Bedanya, menu yang ditawarkan adalah Western dan Indonesian Food. Mama memesan tom yum soup dengan nasi putih. Adikku memesan lontong sayur dengan nasi putih. Sedangkan, aku memesan fettucini bolognaise. Aku cukup terkesan dengan lontong sayur yang dipesan adikku. Aroma pala dan kayu manis begitu kental terasa.
            Malamnya, aku memutuskan untuk bersenang-senang di Hard Rock Café. Mama dan adikku ingin turut serta. Dengan sepiring nachos dan segelas ice lemon tea, kami menikmati pertunjukan sebuah band dari Jakarta yang beranggotakan tujuh orang. Tembang “I’m with you” milik Avril Lavigne menjadi tembang pembuka mereka. Sayang, kami tidak lama berada di sana karena sejak awal berada di sana, Mama kerap mengelus-elus keningnya. Rupanya, ia pusing berada di sana. Jelas, Hard Rock Café dan café sejenisnya tidak dianjurkan bagi orang tua berusia 50 tahun ke atas. : ))

(Bali - 9 Maret 2011)

Selasa, 19 Oktober 2010

Kompetisi Nokia N8 : Aku sungguh terlambat!!! : ((

Oleh      :      Handi Budiman



Sungguh saya kecewa berat malam ini. Saya berniat mengikuti kompetisi penulisan naskah film pendek Nokia N8 untuk melanjutkan film pendek milik Joko Anwar yang belum selesai. Namun, sayangnya saya terlambat memasukkan ide tersebut karena kontes telah ditutup kemarin. Seandainya saya lebih teliti lagi membaca waktu penutupan kontes.
Sesungguhnya, saya sudah mendapatkan ide tersebut sejak beberapa hari yang lalu. Namun, saya memilih untuk mengikuti saran penulis-penulis ternama untuk memendam ide tersebut hingga sepenuhnya matang. Kesibukan di kantor dan pabrik mengurungkan niat saya untuk meng-upload ide tersebut. Kini, hanya rasa kecewa dan penyesalan yang tersisa. Seandainya saya meng-upload ide tersebut kemarin lusa.
Saya memang tidak seratus persen yakin akan memenangkan kompetisi tersebut. Namun, saya optimis ide naskah saya cukup oke. Adapun, ide saya adalah :

Storyline :

Tanpa sengaja, Nokia N8 milik Novi tertinggal di meja restoran. Donny mengambil Nokia N8 milik Novi. Beberapa menit kemudian, Novi kembali ke restoran untuk mencari Nokia N8 miliknya. Tiba-tiba, Donny muncul untuk mengembalikan Nokia N8 milik Novi. Tanpa sengaja, Novi melihat bahwa Donny juga menggunakan Nokia N8. Keduanya berkenalan dan bertukar nomor ponsel.


Script lanjutan :

Kebetulan bisa jadi bagian dari takdir. Namun, bukan kebetulan jika mereka memiliki Nokia N8. Nokia…Connecting People.


Damn….saya sudah membayangkan bagaimana script milik saya ini menjadi sebuah iklan Nokia. Kini, impian tersebut hancur dan saya harus menunggu kesempatan lainnya untuk mengembangkan hobi saya. :  ((



Senin, 18 Oktober 2010

The Other Guys : Dark Horse Movie of The Year




Oleh   :  Handi Budiman



Jika tahun lalu “The Hangover” merupakan Dark Horse Movie of The Year, maka menurut saya, tahun ini gelar tersebut disandang “The Other Guys”, film yang dibintangi duo Will Ferrell dan Mark Wahlberg.
Film ini menceritakan tentang detektif Allen (Will Ferrell) yang lebih tertarik dengan tugas administrasi kepolisian ketimbang beraksi di lapangan. Berbeda dengan Allen, detektif Terry (Mark Wahlberg) justru sangat ingin diberi kesempatan untuk menyelesaikan sebuah kasus menarik di lapangan. Terlebih lagi, ia harus membersihkan namanya ketika ia tidak sengaja menembak pemain basket, Derek Jeter di masa lalu. Keduanya selalu menjadi bahan ejekan teman-teman satu divisinya. Di saat mereka membutuhkan sebuah pengakuan, mereka justru terjebak dalam sebuah kasus rumit yang justru membuat kekonyolan mereka lebih menonjol ketimbang kepintaran mereka.
Menurut saya, film ini merupakan salah satu film komedi terbaik Hollywood tahun ini. Kelucuan yang disuguhkan dalam film ini benar-benar gokil! Terlebih lagi, kelucuan tersebut justru berjalan beriringan dengan pengenalan dan pendalaman terhadap karakter Allen dan Terry sehingga kelucuan tersebut tidak berkesan dibuat-buat. Kejutan utama yang saya dapatkan ketika menyaksikan film ini adalah chemistry yang kuat antara Mark Wahlberg dan Will Ferrell. Padahal, keduanya lebih sering bermain di genre film yang berbeda. Mark lebih identik dengan film-film action. Sedangkan, Will lebih identik dengan film komedi. Kekuatan utama dari film ini adalah temanya yang tidak sederhana namun disajikan dengan selipan unsur komedi dan sarkasme tanpa menghilangkan esensi utama cerita.
Adegan yang paling membekas dalam ingatan saya adalah ekspresi Terry yang “melemas” setiap kali melihat istri Allen (Eva Mendes) yang hot; dan tentu saja adegan ketika ibu mertua Allen menjadi “pesan berjalan” bagi Allen dan istrinya.
Mampukah Allen dan Terry menyelesaikan kasus rumit yang membahayakan nyawa mereka sendiri dan mendapatkan pengakuan dari rekan-rekan satu divisinya? Jawabannya hanya akan Anda temukan dalam ending film berdurasi 107 menit yang juga menampilkan Samuel L. Jackson dan Dwayne Johnson sebagai cameo ini.


Score       :      8  /  10

Going The Distance : Ketika jarak berbicara dalam cinta






Oleh  :   Handi Budiman




Di tengah kepadatan jam kerja, terbatasnya waktu di akhir pekan, dan semakin banyaknya film yang beredar tiap minggunya, saya hampir saja melewatkan waktu untuk menonton film ini. Tadinya, saya berpikir bahwa film ini hanya merupakan film komedi romantis biasa. Saya juga meragukan chemistry yang terjalin antara Drew Barrymore dan Justin Long. Seperti ada yang janggal melihat mereka berpasangan di poster film ini. Ternyata…dugaan saya salah total.
Film ini menceritakan asmara yang terjalin antara Erin (Drew Barrymore) dan Garrett (Justin Long). Enam minggu kebersamaan mereka membuahkan cinta. Sayangnya, Erin harus meninggalkan New York dan kembali ke San Fransisco untuk melanjutkan studinya yang tertunda. Karena saling cinta, mereka memutuskan untuk meneruskan hubungan walau jarak memisahkan.
Menurut saya, film ini adalah salah satu film komedi romantis Hollywood terbaik tahun ini. Kekuatan film ini terletak pada keberhasilannya dalam mengusung tema percintaan yang mulai terasa biasa, yaitu hubungan jarak jauh dengan cara yang tidak biasa dan unik. Selain itu, chemistry dan akting Drew Barrymore dan Justin Long sangat kuat. Keduanya seperti saling melengkapi satu sama lain. Sepanjang film, saya bisa merasakan kuatnya cinta antara Erin dan Garrett. Prediksi saya, Drew Barrymore bisa mendapatkan setidaknya nominasi Golden Globe tahun ini untuk perannya dalam film ini. Humor yang disajikan dalam film ini agak kasar namun mengena dan tepat sasaran alias tidak jayus. Selain itu, kehadiran Christina Applegate yang memerankan Corinne, kakak Erin membuat film ini menjadi lebih berkarakter.
Akankah Erin dan Garrett bersatu? Mampukah mereka mengatasi isu utama dalam hubungan jarak jauh, yaitu rasa kesepian karena jauh dari pasangan? Jawabannya hanya akan Anda dapatkan pada ending film berdurasi 109 menit yang disutradarai Nanette Burstein ini. Selamat menonton, semoga terhibur!


Score       :     7,5 / 10

Selasa, 12 Oktober 2010

Step Up 3-D : Saved by The Dance




Oleh           :       Handi  Budiman


Ketika Step-Up 3D rilis Agustus lalu sebagai film dance pertama yang hadir dalam format 3D, saya sudah berjanji pada diri sendiri untuk menonton versi 3D-nya. Adalah rasa penasaran apa jadinya efek 3D dalam sebuah film dance yang membuat saya pada akhirnya memutuskan untuk menonton film ini. Ekspektasi saya terpuaskan. Sepanjang film saya begitu terpukau dengan gerakan dance dalam format 3D. Belum lagi, special effect tambahan yang disuguhkan, seperti adegan “Dance in Bubbles” di awal film dan “Kissing in Slurpee Rains” di pertengahan film.
Film ini mengisahkan tentang grup dance Pirates yang didirikan oleh Luke (Rick Malambri) yang sangat ingin menjuarai World Dance Competition. Tujuannya tidak lain tidak bukan untuk mempertahankan Vault, sebuah bangunan tua yang dijadikan tempat latihan sekaligus tempat tinggal bagi mereka yang sangat menyukai dance. Saingan berat grup Pirates adalah grup Samurai yang dipimpin oleh Julien. Beruntung, dalam perjalanan menuju kejuaraan, Luke bertemu dengan Moose (Adam Sevani) dan Natalie (Sharni Vinson); dua penari yang sangat berbakat.
Magnet utama dalam film ini tentu saja terletak pada dance. Bahkan, di sekuel kedua dari film yang disutradarai Jon Chu ini, disuguhkan gerakan dance yang lebih beragam dan memukau ketimbang prekuelnya. Hanya saja, jalan cerita, alur, dan screenplay film ini lebih buruk ketimbang prekuel pertamanya yang dibintangi Channing Tatum beberapa tahun silam. Cerita yang disajikan begitu dangkal dan mudah ditebak. Twist yang tercipta di pertengahan film tidak banyak membantu.
Mampukah Luke membawa Pirates menjuarai World Dance Competition dengan bantuan Moose dan Natalie? Jawabannya hanya akan Anda temukan dalam ending film berdurasi 97 menit ini. Selamat menonton!


Score               :           7    /  10


Sabtu, 02 Oktober 2010

The Legend of Guardians : The Owl of Ga 'Hoole' : Keteguhan Hati Soren



Oleh   :   Handi  Budiman



Film Legend of The Guardians : The Owls of Ga’Hoole’ mengisahkan tentang Soren, burung hantu muda kelas Tyto yang idealis. Ia sangat menyukai cerita kepahlawanan pengawal Ga’Hoole yang kerap diceritakan ayahnya. Berbeda dengan Soren, kakaknya, Kludd justru tipikal burung hantu muda yang realis dan ambisius. Suatu ketika, keduanya diculik oleh kelompok Pure Ones yang suka memperbudak burung hantu muda. Bersama Gylief, burung hantu mungil, Soren berhasil meloloskan diri dan menemukan Pohon Great Ga’Hoole. Lalu, ia menceritakan rencana jahat kelompok Pure Ones kepada Kerajaan Burung Hantu. Sementara itu, Kludd justru memilih untuk mengikuti kelompok Pure Ones. 
Seluruh formula wajib untuk film animasi yang baik ada dalam film ini. Sinematografi yang luar biasa untuk ukuran studio film di luar Pixar dan Disney, dalamnya emosi yang diberikan pengisi suara, karakteristik dan chemistry yang kuat antarkarakter, serta pesan moral dan nilai kepahlawanan yang sangat baik. Hanya saja, saya merasa bahwa film ini seperti kehilangan faktor X-nya, terutama pada awal film. Namun, pada pertengahan film menjelang klimaks dan ending, film ini berhasil menunjukkan bahwa ia bukanlah film animasi sembarangan dan patut diperhitungkan. Adegan yang paling saya sukai adalah ketika Soren belajar terbang menembus badai dengan mengikuti insting dan hatinya. Butiran-butiran air yang seolah-olah melekat pada kepak sayapnya luar biasa indah.
Klimaks film ini tentu saja terletak pada pertempuran antara Kerajaan Burung Hantu Ga’Hoole dengan kelompok Pure Ones. Kelompok manakah yang akan menang? Akankah Soren bertemu kembali dengan keluarganya? Bagaimanakah nasib Kludd? Jawabannya akan Anda temukan dalam film keluaran Warner Bros Pictures yang disutradarai oleh Zack Snyder ini. Selamat menonton!



Score               :          7,5   /  10

Wall Street : Money Never Sleeps : Drama Kehidupan dengan Latar Belakang Wall Street





Oleh      :    Handi  Budiman


“Wall Street is not about money. It’s about game between people.” Penggalan dialog yang dilontarkan Gordon Gekko (Michael Douglas) tersebut merupakan inti dari sekuel film Wall Street yang dirilis 23 tahun silam.
Film ini bercerita tentang Gordon yang baru keluar dari penjara. Ia ingin memperbaiki hubungan dengan putrinya, Winnie (Carey Mulligan) melalui bantuan kekasih putrinya, Jacob (Shila LaBeouf). Kehidupan Jacob sama rumitnya dengan kehidupan Gordon. Ia seorang penjual saham idealis yang suka berspekulasi. Hanya saja, ia bukan manipulator kelas kakap seperti calon mertuanya.
Ketika melihat poster filmnya beberapa bulan lalu, saya memang berharap banyak dengan film ini. Harapan saya terkabul. Menurut saya, film ini adalah salah satu film terbaik tahun 2010. Screenplay yang sangat brilian dan smart. Bahkan, opening dan closing film ini yang mengetengahkan teori tentang bubbles sangat menarik. Dialog terfavorit saya adalah : “Money is like a Bitch. You don’t pay attention to her, she will be jealous and runaway.” Sungguh, saya sangat menjagokan film ini di ajang Oscar nanti.
Penyutradaraan Oliver Stone sangat brilian. Suasana sibuk dan kacau ketika harga saham berguguran di lantai bursa dipaparkan dengan sangat baik dan tidak berlebihan. Emosi yang diperlihatkan oleh para pembeli dan penjual saham terlihat begitu nyata.
Dari segi akting, saya belum pernah melihat sebuah film dengan kekuatan akting antarpemain yang begitu merata. Hebatnya lagi, saya merasakan chemistry antarpemain yang sangat besar. Akting Michael Douglas sangat brilian. Saya bisa melihat cahaya di matanya ketika ia mempromosikan buku karangannya dan berbicara tentang uang. Aktingnya mampu diimbangi dua pemain muda yang sedang naik daun, Shilla LaBeouf dan Carey Mulligan. Bahkan, Frank Langella yang berperan sebagai Lou, Susan Sarandon yang berperan sebagai Ibunda Jacob, dan Josh Brolin yang berperan sebagai Brett memberikan performa terbaik mereka. Dari kelima nama tersebut, saya rasa Michael Douglas, Carey Mulligan, dan Frank Langella layak mendapatkan (setidaknya) nominasi Oscar untuk perannya dalam film ini.
Bagaimanakah hubungan Gordon, Winnie, dan Jacob? Mampukah Winnie memaafkan kesalahan masa lalu ayahnya? Mampukah idealisme Jacob berjalan berdampingan dengan ambisinya? Temukan jawabannya dalam film berdurasi 133 menit yang sangat layak ditonton ini.



Score               :           9  /  10