Kamis, 30 September 2010

Manajer Cinta






Oleh  :  Handi Budiman



Saya ini termasuk orang yang mudah sekali terjebak dalam cinta. Saya sama sekali tidak mempunyai kriteria fisik ataupun kepribadian tertentu. Chemistry. Itulah yang selalu saya cari. Bahkan, karenanya, terkadang saya lupa bahwa jatuh cinta dan patah hati itu datang dalam bentuk satu paket.
Setidaknya, dibutuhkan satu tahun lebih bagi saya untuk melupakan seseorang yang pernah berarti dalam hidup saya. Itu pun belum berstatus pacar. Cape deh…Ya, batin saya memang lelah. Untungnya, saya rajin melepas endorfin di tempat gym. Tentu saja tidak melalui orgasme, melainkan olahraga. :p
Dua minggu lalu, saya berkenalan dengan seseorang. Saya memang sudah sering memperhatikannya di tempat gym. Beruntung, melalui social network, saya berhasil menemukannya. Singkat kata, kami bertukar Pin BB. Awalnya, pertemuan maya kami melalui BBM berjalan sangat lancar. Lama-kelamaan, intensitas pertemuan kami berkurang. Bahkan, pernah satu hari penuh kami tidak saling menyapa di dunia maya. Lambat-laun, dari status BBM-nya, saya curiga bahwa dia adalah orang yang super moody.
Dugaan saya terbukti. Suatu hari, status BBM-nya adalah “Makan siang nasi babi”.  Keisengan membuat saya mengirim pesan BBM,”Gak salah? Kok babi makan babi.” Lalu, dia membalas,”Semakin gue diemin, lo semakin menjadi.” Saya bertanya,”Menjadi apa?” Dia membalas,”Rese dan bawel ngomongnya.”
Saya sepenuhnya sadar bahwa candaan saya keterlaluan. Namun, hal tersebut tidak bisa dijadikan alasan karena kami sering sekali bercanda seperti itu dan dia baik-baik saja. Bahkan, dia biasa membalas candaan saya dengan candaan yang lebih menusuk hati.
Well, entah apa yang merasuki pikiran saya saat itu, tiba-tiba saja saya ingin mempraktekkan sebuah teori. Teori Manajemen Cinta. Saya ingin me-manage cinta, bukan cinta yang me-manage saya seperti yang sudah-sudah. Oleh karena itu, saya menghapus dia dari daftar BBM milik saya. Saya harus melindungi hati saya sebelum jatuh terlalu jauh. Lagi pula, dengan jadwal kerja yang padat di pabrik dan kantor, saya tidak punya waktu lagi untuk patah hati. Jujur, saya tidak yakin bahwa saya akan baik-baik saja. Setidaknya, saya sudah menjadi seorang manajer, posisi yang diimpikan banyak orang.  Bukan manajer kantoran. Manajer Cinta.



Tidak ada komentar:

Posting Komentar